Diambil dari buku: Aku Menyertai Kamu Senantiasa Sampai kepada Akhir Zaman,
Kenangan dan Syukur 50 tahun Gereja Katolik Keuskupan Sintang
Paroki Kristus Raja, Katedral terdiri dari 11 kring (lingkungan dalam kota) dan dua stasi. Hingga akhir tahun 2010 jumlah umat seluruhnya adalah 3.690 jiwa, tidak terhitung jumlah murid (anak sekolah) dan mahasiswa yang berasal dari luar kota Sintang dan pedalaman. Jumlah mereka mendekati dua ribu orang.
Para pastor yang pernah berkarya sebagai Pastor Paroki (tidak lengkap) di Paroki Katedral ialah, Pastor Fulgentius Koning, OFM Cap (1932–1936); Pastor David van de Made, OFM Cap (1936–1939); Pastor L. van Asten OFM Cap (1939-1941); Pastor Yustinius Goossens, OFM Cap (1941–1945); Pastor Harrie L’Ortye, SMM (1945–1947); Pastor Lambertus van Kessel, SMM (1947–1950); Pastor Ferry Hoogland, SMM (1950–1952); Pastor Lambertus van den Boorn, SMM (1952-1953); Pastor Reinold Dijker, SMM (1953-1954); Pastor A. van der Vleuten, SMM (1954-1961); Pastor Alosius Ding, SMM (1961-1969); Pastor Reinold Dijker, SMM (1969-1975); Pastor Isak Doera, Pr (1975–1976); Pastor Cornelis Smit, SMM (1976–1977); Pastor Joep van Lier, SMM (1977–1985); Pastor Matius Rampai, Pr (1985–1990); Pastor Bernard Keradec, OMI (1990–1995); Pastor Thomas Kuslin, Pr (1995–1997); Pastor Silvinus Endi, Pr. (1997–1999); Pastor Leonardus Miau, Pr. (1999–2002); Pastor Paschasius Triono, Pr (2002–2008); Pastor Robert Mosa, Pr. (2008–2010); Pastor Yohanes Pranoto, Pr. (2010-sekarang).
Gereja Katedral Kristus Raja dan Wisma Keuskupan Sintang
Karya misi Katolik dimulai di Sintang pada tahun 1931 ketika para Suster SMFA bekerja di rumah sakit pemerintah Hindia Belanda di Sintang, yang kemudian disusul dengan berdirinya stasi Sintang, di bawah penggembalaan para misionaris Kapusin.
Tanggal 11 Desember 1931, Mgr. Pacificus Bos, OFM Cap mengangkat Pastor Fulgentius J. Koning, OFM Cap, yang sedang berdiam di Sanggau sebagai pastor paroki pertama dari paroki Sintang. Suster SMFA, yaitu Sr. Xaveria (Getruda Thorborg) dan Sr. Bernadette (Getruda de Jong) yang meninggalkan Belanda tanggal 3 Desember 1931 dan tiba di Pontianak pada tanggal 28 Desember 1931, berangkat ke Sintang memakai motor air “Irma”. Di Sanggau mereka menjemput Pastor Fulgentius untuk sama-sama berangkat ke Sintang. Para misionaris pionir ini tiba di Sintang pada tanggal 1 Januari 1932.
Karena belum ada pastoran, maka Pastor Fulgentius tinggal di pesanggrahan pemerintah, sementara para suster untuk sementara tinggal di pavilion yang dipinjamkan oleh calon residen, karena rumah mereka belum selesai dibangun, yang disebabkan banjir besar yang telah lama dan belum surut. Pastor Fulgentius mulai secara penuh tinggal di rumahnya sendiri yang sangat sederhana pada tanggal 15 Maret 1932.
Tanggal 6 Februari 1932, menyusul Sr. Dolorata, SMFA dari Benua Martinus dan Pastor Prosper, OFM Cap dari Sejiram tiba dan mulai menetap di Sintang. Hari Sabtu, tanggal 6 Februari 1932 tahun masehi Tuhan kita Yesus Kristus, menjadi hari resmi pendirian Paroki Sintang, yang di kemudian hari menjadi Paroki Katedral keuskupan Sintang. Pastor Fulgentius menjadi Pastor paroki pertama dan Pastor Prosper menjadi pastor anggota tim pastoralnya. Pada hari dan tanggal pendirian ini, Pastor Fulgentius sedang berada di Pontianak untuk memberi retret dan baru tiba kembali di Sintang tanggal 17 Februari 1932 dan disambut dan disalami oleh Kontrolir Heynen, calon residen, juga oleh mayor de Groot dan Mr. Mulder.
Pastor paroki Sintang praktis hanya melayani umat yang hampir seluruhnya adalah Belanda dan segelintir Tionghoa dan Manado (Bapak Donis). Tanggal 9 Maret 1932, untuk pertama kalinya kaum pribumi mendaftarkan diri sebagai katekumen, yaitu seorang Jawa dan seorang dari Timur Indonesia. Dua calon baptis pertama untuk paroki Sintang. Awalnya, Misa harian dilaksanakan di susteran dan Misa hari minggu di pesanggrahan. Kemudian baru pada tanggal 11 Mei 1932, Giring, pemuda dari suku Dayak di kampung Muakan, Ketungau Hulu yang sedang di kelas VI HIS (Hollandsch-Inlandsche School) juga minta menjadi katekumen. Kemudian menyusul direncanakan seorang gadis remaja, Lindan, puteri dari Christianus Senjan, kepala kampung Ampoh, Belitang, yang baru turun ke Sintang pada tanggal 8 Agustus 1932. Pembaptisan pribumi pertama kali dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 1932, pada hari raya Pentakosta, yaitu Silvester,pemuda Jawa yang sudah berumur 18 tahun. Lindan, yang diberi nama baptis Anastasia Cornelia, dibaptis di Sintang pada tanggal 17 April 1933 di kapel suster. Theresia Empajoeng dan Cornelia Lindan menerima Sakramen Penguatan (Krisma) pada tanggal 8 Oktober 1933 dari tangan Mgr. Bos, OFM Cap. Lindan menikah dengan Fransiskus Kangkam dari kampung Beluis, yang adalah pembantu Pastor Fulgentius, pada tanggal 13 Februari 1941.
Catatan Pastor Fulgentius mengenai perayaan Paska pertama di paroki Sintang, tanggal 27 Maret 1932, dikutip sesuai teks aslinya:
“Waktu Paska di Sintang ada beberapa orang wibawa untuk secara mereka merayakan Paska ! Itu mulai Malam Minggu dengan pesta-fora di pasanggrahan dan mereka berpesta fora sampai setengah lima! Waktu saya jam 6 lewat sedikit, datang di pasanggrahan untuk menyiapkan Misa Suci, saya mendapat gedung itu sebagai kandang! Kursi2, meja2 semuanya sembarangan saja, lantai penuh dengan tong2 cerutu2 dan sigaret2, kertas dan barang2 tak berguna. Dimana-mana penuh dengan botol2 kosong dan gelas2 setengah kosong dan lain-lain. Nampaknya seperti sebuah Kampung. Sampah yang kasar disapu dengan segera oleh pengawas ; dan kami mengatur inventaris sedikit dan setelah itu …… mulai Misa Suci Hari Raya Paska !! Paska Pertama untuk saya di Sintang ! Kegembiraan-Paska pula untuk saya sudah menderita.”
Misa terakhir di Pasanggrahan ialah tanggal 24 April 19332, karena pada tanggal 1 Mei 1932, Misa pertama sudah dilaksanakan di gereja baru, yang baru diresmikan pada hari kamis, tanggal 5 Mei 1932, pada hari Kenaikan Tuhan Yesus. Gereja baru ini dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (hari pesta: tanggal 8 Desember). Dengan ini pula ditetapkan bahwa, nama serta pelindung Paroki Sintang ialah Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Noda. Bangku-bangku baru mulai ada pada tanggal 15 Juli 1932 dan lonceng gereja, sumbangan Mr. Drisfhout yang adalah seorang Protestan, mulai dibangun pada tanggal 17 Juli 1932 dan baru berfungsi penuh tanggal 12 Desember 1932. Selain gereja baru, diresmikan pula rumah suster yang baru pada tanggal 8 Mei 1932.
Selama masa masa ini tidak terlalu banyak keturunan Tionghoa di Sintang yang menjadi Katolik. Tanggal 1 Desember 1935, berkumpul sekitar 60 orang calon katekumen keturunan Tionghoa, yang berkumpul di rumah Kwe Sang (Teng) Hi. Sejak saat itu mereka mengikuti pelajaran setiap hari Minggu jam 10.00 pagi. Mereka diajar oleh pastor, suster dan Bong Hok Leow, yang sengaja diminta oleh Pastor Fulgentius dari Pontianak untuk mengajar selama tiga minggu. Sebelum ia pulang, ia sempat mengunjungi Belitang (Ampoh) untuk mengajar di sana. Tanggal 30 Mei 1936, Pastor Fulgentius, OFM Cap dipindahkan untuk menjadi rektor rumah sakit lepra di Singkawang dan Beliau digantikan oleh Pastor David JMC van de Made, OFM Cap. Tanggal 21 Februari 1938, didatangkan Pastor Pacificus Bong, seorang imam keturuan Tionghoa dari Pontianak, membantu mengajar katekumen kepada keturunan Tionghoa di Sintang. Keturunan Tionghoa yang pertama menerima komuni saat itu ialah Joksit Ghioe Thian Djioen.
Stasi atau paroki Sintang, yang merupakan cikal bakal Paroki Katedral, saat itu meliputi seluruh daerah yang saat ini adalah kabupaten Sintang dan kabupaten Melawi, hingga tahun 1949, ketika stasi Nanga Pinoh berdiri dan tahun 1950 ketika paroki Nanga Serawai didirikan. Tahun 1979, wilayah paroki Katedral dibagi atas 12 paroki sehingga praktisnya kini hanya mencakup wilayah Kota Sintang kelurahan Tanjung Puri hingga ke Jerora.
Umat Paroki Katedral saat ini umumnya adalah (anggota keluarga) para pegawai, terutama pegawai negeri sipil, karena hampir semua perkantoran pemerintah berada di wilayah ini. Selain pegawai pemerintah tentu saja juga para pegawai swasta, beberapa pedagang dan anak-anak sekolah menengah dan mahasiswa. Dari sudut asal usul, mayoritas umat Katedral adalah suku Dayak, dan beberapa dari suku Jawa, Tionghoa, NTT, Batak, dsb.
Di wilayah katedral terdapat beberapa asrama bagi para siswa-siswi dan mahasiswa-mahasiswi yang berasal dari berbagai kampung, seperti asrama Dharmawati yang ditangani para suster SMFA, asrama binaan para suster Cinta Kasih, asrama Sta. Clara, serta beberapa asrama lain yang dimiliki dan dibina oleh para awam seperti asrama Sta. Yohana, asrama Srikamti, asrama Sta. Cecilia, dsb. Selain itu di wilayah Katedral terdapat beberapa sekolah dan lembaga pendidikan Katolik, yaitu Play Group Gabriel Manek; SD, SMP dan SMA Pancasetia; SMK Budi Luhur; serta Seminari Menengah Yohanes Maria Vianney di Teluk Menyurai. Beberapa biara memiliki rumah di paroki Katedral, seperti Biara Suster Cinta Kasih, biara Pastor Montfortan, biara Suster SMFA, dan biara Suster PRR.
Selama puluhan tahun, pastoran katedral dan keuskupan berlokasi ditempat dan pada gedung yang sama. Baru sejak tahun 2000, berdiri bangunan baru sebagai pastoran dan kantor Paroki yang terpisah dari keuskupan.
Hingga tahun 2011, paroki Katedral telah menghasilkan seorang Imam, yaitu Pastor Hiasintus, Pr, dan seorang suster, yaitu Sr. Felisitas Lasa, OSA. Tokoh umat Katedral pada tahun 1960-an hingga 1990-an adalah Pak Leonardus Mitjang dan Pak Lucas Markus Tidja.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
1 komentar:
mohon tuliskan informasi tentang RSUD sintang,,apa benar awalnya punya yayasan katolik??